Thursday, March 9, 2017

Online VS Konvensional

Online VS Konvensional

Baru-baru ini Kota Malang digegerkan dengan aksi mogok seluruh pengemudi angkutan umum selama beberapa hari. Mereka menuntut dihapuskannya transportasi online (Gojek, Grab, Uber, etc) di Malang. Karena menurut mereka, sejak kemunculan transportasi online tersebut, penghasilan mereka berkurang karena masyarakat lebih memilih menggunakan jasa transportasi online. Hadirnya transportasi online dinilai lebih praktis, mudah, cepat, dan nyaman. Mungkin hal-hal tersebut yang tidak didapatkan di angkutan umum.
Penghapusan atau pelarangan transportasi online menurut saya bukan sebuah solusi. Saya sebagai lulusan IT selalu diajarkan jika kita tidak mengikuti arus perkembangan teknologi yang ada, maka kita akan terhapus secara perlahan. Selain itu, antara angkutan umum dan transportasi online pun mempunyai mangsa pasar yang berbeda. Tidak mungkin pelajar yang uang sakunya kecil harus setiap hari naik transportasi online yang tarifnya jauh diatas angkutan umum. Begitu pula seseorang yang terburu-buru maka akan membutuhkan transportasi online yang cepat daripada angkutan umum yang sering ngetem terlalu lama. Tidak semua masyarakat merasa nyaman menaiki angkutan umum dan tidak semua pula merasa mampu untuk menaiki transportasi umum. Sejujurmya, semua mempunyai untung masing-masing.
Menutup rejeki orang lain demi kepentingan suatu golongan tidaklah benar. Bahkan tanpa memikirkan apa dampaknya bagi banyak orang. Daripada berlomba-lomba menjatuhkan transportasi online, mengapa tidak menganalisis apa yang salah dengan angkutan umum, misalnya waktu tunggu yang terlalu lama, suasana yang kurang nyaman, pengemudi yang ugal-ugalan, jumlah armada yang terlalu banyak, etc, dan memperbaiki sistem di dalamnya terlebih dahulu.

Percayalah mengikuti perkembangan teknologi amatlah penting di era global ini. Kalau kita menutup mata dengan perkembangannya, maka kita juga harus siap tergerus arus. Dan menggunakan teknologi mudah untuk dipelajari, daripada membuat teknologi itu sendiri. Be a smart people in todays life :)

Monday, January 2, 2017

A plan?

Saya kurang tahu, apakah kita sebagai manusia biasa harus bertahan pada orang yang bahkan tidak mempunyai untuk bersama atau tidak ada rencana untuk bersama dan masa depan? Mengingat umur kita yang sudah sepantasnya membicarakan masa depan. Menurut saya, rencana-rencana itu membuktikan bagaimana keseriusan seseorang untuk menjadikan orang lain masa depannya. Apa yang dirasakan ketika seseorang enggan berencana? Kecewa kah? atau acuh tak acuh? Sekali lagi bagi saya rencana itu adalah niat dan awal dari keseriusn, jadi jika tidak ingin berencana maka....? I don't know :)


Edisi baper temen sepermainan dari belom TK samping rumah besok nikah hahahhahaha